Ketika Menunggu adalah Tanda Cinta


Aku terus menyusuri rak-rak buku, sesekali aku mengambil beberapa buku lalu dibuka beberapa lembar dari buku itu. Namun setelah dibuka-buka tidak semua buku yang aku ambil sesuai dengan yang diharapkan. Isinya tak semenarik dengan judul yang terbaca di cover buku. Aku terus mencari buku yang  pantas untuk menemaniku menunggu seseorang.

Aku terus membaca buku-buku yang sebenarnya tidak ingin ku baca. Sambil terus membuka lembaran-lembaran buku, sesekali aku mengalihkan pandangan ke arah pintu masuk ruang baca umum perpustakaan. Aku berharap seseorang yang sedang ku tunggu sejak setengah jam yang lalu akan segera hadir menepati janjinya. Janji yang telah dia buat melalui telefon.

Waktu menunjukkan pukul 14.30 WIB. Itu berarti dia sudah terlambat 30 menit. Seandainya saja dia bukan orang yang kutunggu selama ini pasti aku akan pergi sekarang juga. Meskipun hanya sebatas teman, namun selama satu tahun ini aku berharap dia masih mengingatku dan mau bertemu denganku setelah dia pulang dari tempat perantauannya. Jakarta.

Tepatnya satu tahun yang lalu aku dan dia selalu belajar dan mengerjakan tugas bareng di perpustakaan ini. Ketika membahas suatu buku yang berjudul Jakata, dia sempat bilang akan merantau di kota itu untuk bekerja selama satu tahun. Setelah itu dia akan kembali ke Jogja lagi untuk meneruskan studi di universitas yang sama dengan aku. Dan inilah saatnya dia kembali dan menemuiku sesuai dengan janjinya satu tahun yang lalu.

Untuk mengingat masa saat bersamanya, aku sering berkunjung ke perpustakaan ini untuk mengisi hariku yang sepi. Dan buku yang kubaca selalu sama, yaitu novel karangan Marga T, dan buku-buku yang berbau sejarah. Itu semua buku kesukaannya.

“Maaf mbak, boleh pinjam buku itu? Supersemar Palsu” Kata seorang remaja cowok yang nampaknya adalah anak SMA, dia masih mengenakan seragam identitas sekolahnya.

Aku lumayan dikagetkan olehnya. Bahkan aku tidak sadar kalau di depanku ada orang.

Sejak kapan dia duduk di situ. Kataku dalam hati.

“Boleh kok. Ini.” Kataku sambil menyodorkan buku yang dia maksud. “Suka baca buku sejarah ya?” Tanyaku berusaha untuk basa-basi dengannya.

“Enggak juga sih mbak. Kebetulan aja aku ada di jurusan IPS, jadi buat nambah pengetahuan mata pelajaran sejarahku saja” Katanya sambil membuka buku yang sudah diterimanya.

Aku mengangguk sebagai tanda respon atas jawabannya tadi. Lalu aku melanjutkan pada buku yang sedang kubaca.

Tak terasa perpustakaan sudah mulai sepi, orang-orang mulai meninggalkan perpustakaan satu per satu dan ada yang segera menuju ke tempat peminjaman terlebih dahulu. Cowok SMA itupun beranjak berdiri dan membawa buku yang tadi diminta dariku.

“Mbak, duluan ya. Udah sore nih, udah mau tutup perpustakaannya.” Ramah tamahnya.

“Oke.” Kataku singkat. Lalu kualihkan kearah jam tanganku. Pukul 15.45.

Aku pun melihat ke arah sekelilingku untuk memastikan bahwa masih ada orang lain selain aku. Dan ternyata tinggal tersisa tiga orang pengunjung termasuk aku. Beberapa petugas perpustakaan mulai membereskan buku yang ada di meja baca dan mengembalikkan ke rak buku. Salah seorang petugas pun membereskan kursi yang tadi diduduki cowok SMA.

“Udah dulu ya mbak, perpustakannya mau tutup.” Katanya memberi peringatan.

“Iya mas.” 

Aku pun segera beranjak dari tempat dudukku dan dengan cepat berjalan menuju pintu keluar ruag baca. Lalu segera mengambil tas yang tadi kutitipkan di tempat penitipan barang.

Dalam perjalanan pulang aku hanya bisa memendam rasa kecewaku, bahkan aku di dalam bis aku sempat menangis. Aku tak habis pikir dia bisa mengingkari janjinya sendiri, padahal dia dulu bukan tipe orang yang mudah membuat janji lalu mengingkarinya sendiri. Dalam pikiranku, mungkin dia sudah berubah dan sudah tidak mau berteman denganku lagi sehingga dia tak mau menemuiku.

Bis yang kutumpangi pun berhenti di depan gapura perumahan, dan aku pun segera turun dari bis. Saat itu pula hujan mulai turun ikut mengiringi kekecewaanku.

“Aku benci hujan, aku nggak rela badanku basah kuyup.” Kataku seorang diri.

Seharusnya aku sudah pulang dari tadi jika tidak menunggu orang yang tidak jelas itu. Dan saat hujan turun seharusnya aku sudah ada di rumah sehingga tidak perlu basah-basahan. Gumamku dalam hati.

Akhirnya mau tidak mau aku pun berteduh di gapura perumahan. Masih beruntung gapura ini ada atapnya, kalau tidak ada atapnya mungkin aku sudah basah kuyup. Sekarang aku hanya bisa menatapi rintik-rintik hujan sambil menyandarkan tubuh ke dinding yang terasa dingin ini.

Dari arah perumahan terlihat sebuah motor yang nampaknya akan keluar dari perumahan. Tapi aku tidak peduli itu, aku tetap pada posisiku. Sesampainya di tempatku berteduh, motor itu berhenti. Saat pengendara motor melepas helmnya aku pun langsung tercengang. Senang namun juga kecewa. Aku hanya memandangnya sebentar kemudian mengalihkan pandanganku ke arah rintik-rintik hujan.

“Aku tidak menyangka kamu akan mengingkari janjimu sendiri.” Kataku sambil memalingkan muka.

“Asal kamu tahu saja, aku dari tadi menunggumu di tempat yang kau janjikan. Di perpustakaan. Bahkan sampai perpustakaan mau tutup. Kamu tau kenapa? Aku sangat berharap kamu akan datang. Tapi ternyata kamu lupa semuanya. Aku kecewa. Seharusnya aku tidak pernah berhaap apa pun sama kamu.” Lanjutku dengan emosi yang meluap-luap. Dan aku pun tidak tahan lagi membendung air mataku. Aku menangis di depannya. 

“Dengarkan aku….” 

“Sudah cukup! Semua sudah jelas kalo kamu memang sudah lupa sama aku, atau mungkin sudah tidak mau berteman sama aku.” Kataku memotong pembicaraannya yang tadi baru dimulainya. 

Dia memegang kedua pundakku berusaha menguatkan aku. “Asal kamu tahu juga. Dunia itu sangat sempit, namun tidak semua dapat kita jangkau dengan keterbatasan kita.”

Aku pun melemparkan kedua tangannya dari pundakku. “Jangan banyak basa-basi. Sudah cukup kamu membuat aku kecewa.” Aku pun bergegas menjauh darinya. Saat aku baru membalikkan badan dan menglangkahkan kaki untuk menjauh, dia menahanku dengan memegang pundak kananku.

“Ada hal yang harus kamu tahu.” Katanya dengan tegas. “Aku juga menunggu kamu di perpustakaan” Lanjutnya.

Aku sangat terkejut ketika mendengar kata-kata itu. Perlahan aku membalikkan badan ke arahnya. “Maksud kamu?”

“Tadi aku menunggu kamu di perpustakaan sejak jam 14.15. Aku tahu memang aku terlambat, tapi setidaknya aku tetap datang. Dan aku menunggu kamu di ruang referensi. Tapi saat menjelang jam tutup perpustakaan kamu tidak segera datang. Aku pun bergegas pergi dari perpustakaan. Aku juga berpikir untuk langsung berkunjung ke rumah kamu, tapi ternyata kamunya juga nggak ada. Makanya aku juga tadi sempat bingung. Tapi setelah mendengar penjelasanmu tadi aku pun sangat lega.  Ternyata kita saling menunggu.” Jelasnya sangat panjang namun dengan penuh keyakinan.

Aku pun langsung luluh dengan semua penjelasan tadi. Akhirnya emosiku pun mereda. Dan aku speechless

“Tidak apa-apa, kamu tidak harus bilang apa-apa lagi. Biar aku yang bilang bahwa aku cinta kamu.” Katanya dengan manis, semanis senyum yang terpasang di wajahnya.

Seketika itu aku langsung terharu sekaligus menyesal telah berpikiran yang tidak-tidak. Ternyata benar katanya tadi, bahwa dunia itu sempit namun kita tidak bisa menjangkau semuanya dengan keterbatasan kita. Akhirnya penantianku selama ini berbuah manis. Aku sangat bahagia dengan perasaan indahku saat ini. Aku tambah speechless dan hanya bisa tersenyum. Aku rasa dia tahu bahwa aku juga cinta dia. (Selesai)

Cari Blog Ini