SECANGKIR KOPI UNTUK TOMMY (1)



Sejak aku bekerja sebagai karyawan kedai kopi aku jadi tahu ternyata banyak yang menggemari minuman kopi. Ada sepasang pelanggan yang biasanya datang ke sini setiap hari Senin, Jum’at, dan Sabtu. Mereka pun cenderung memilih tempat duduk di paling pojok dekat jendela kaca. Mereka selalu tampak romantis dan serasi. Dan jika ku perhatikan mereka sepertinya kelas orang borjuis. Mereka selalu memesan kopi dengan harga yang mahal.

Sekarang hari Senin, aku melihat mereka duduk berhadapan di tempat favorit mereka. Namun tak seperti biasa mereka hanya diam saling membisu, padahal biasanya saling tertawa dan entah bercerita apa. Kali ini tampaknya ada yang berbeda pada mereka. Tiba-tiba wanita cantik itu melepaskan cincin berlian yang ada di jari manisnya. Lalu dengan perlahan menyodorkannya pada pria di depannya.

Aku tidak tau apa yang dibicarakan wanita itu pada pria di depannya. Saat aku mengantar pesanan kopi di meja sebelahnya aku sempat mendengarnya dengan samar-samar.
“Maafkan aku” kata wanita itu sambil meneteskan air mata.

Tak lama kemudian setelah mengatakan kalimat maaf, wanita itu pun pergi meninggalkan pria yang ada di hadapannya sendirian. Pria itu hanya diam dan tetap tenang. Betapa tegarnya seorang pria ditinggal oleh wanita yang sudah biasa mengisi hari-harinya. 

Mungkin wanita itu yang menginginkan perpisahan. Kataku dalam hati. Tapi apa masalahnya sehingga wanita itu tega meninggalkan kekasihnya? Seharusnya dia bersyukur memiliki pria yag begitu sempurna. Apa mungkin ada pria lain di hatinya? 

Bagiku kejadian ini sangat dramatis seperti adegan yang ada di film-film Korea. Aku jadi ikut terlarut di dalamnya dan semakin penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Tapi aku tidak berani bertanya langsung pada pria itu. Apalagi aku tidak mengenalnya, dia kan hanya seorang pelanggan yang memesan beberapa minuman kopi di kedai ini. Bukan seorang pasien yang mungkin butuh konsultasi dengan dokter pribadinya. Jadi aku tidak perlu memperhatikannya atau mencampuri urusan pribadinya.

Akhirnya pria itu pergi juga, dan aku segera membersihkan meja. Dua cangkir kopi habis. Padahal aku tidak melihat wanita cantik tadi meminum kopinya, mungkin pria itu yang menghabiskan karena tidak tega jika kopinya mubadzir. Sungguh aku tidak menyangka pria itu meninggalkan cincin berlian ini. Mungkin dia lupa. Dan suatu saat pasti akan mencarinya, jadi sebaiknya kusimpan dulu.
---
Pada hari Jum’at aku memastikan bahwa pasangan itu akan kembali lagi dan duduk berhadapan di meja favorit mereka. Tapi sampai sore begini tak satu pun dari mereka yang datang. Apa mungkin mereka sudah benar-benar berpisah? Menyedihkan sekali. 

Kedai akan tutup satu jam lagi. Ternyata masih ada pelanggan yang masuk dan langsung stay di meja paling sudut dekat jendela kaca. 

Aku mencoba mendekatinya secara perlahan dengan membawakan secangkir kopi untuknya.
“Ada lagi yang mau dipesan, Tuan?” kataku basa-basi.
“Tidak, terimakasih” jawabnya singkat.
“Maaf, Tuan. Apa barang ini milik Anda?”

Dia hanya diam sambil memandang cincin indah yang ku tunjukkan padanya. Aku mengerti mungkin dia tidak ingin menceritakan kisahnya pada orang lain. Aku pun meninggalkannya sendiri dan kembali ke perkerjaanku. 

Satu jam pun telah berlalu. Dan pria itu masih duduk di kursi sebelumnya. Ketenangan pria itu tidak ada yang berani mengingatkan kalau kedai sudah mau tutup. Salah seorang teman menyuruhku untuk mengingatkannya, mereka menyuruhku karena aku yang biasanya melayanan pelanggan yang satu ini.

Aku pun mencoba mendekatinya lagi, sedangkan teman-teman yang lain hanya mengawasiku dari kejauhan. Secara perlahan aku mengingatkan pada pria itu bahwa kedai mau tutup. Pria itu hanya bilang “Ya, tentu saja”. Tapi dia tidak segera beranjak pergi, malah meminta tolong padaku.

Dia memberikan selembar kertas yang ada tulisannya. Tapi aku tidak membaca isi tulisan itu. Dia memintaku untuk memberikannya pada wanita yang biasa bersamanya di kedai ini. Aku tak banyak komentar, dan hanya mengiyakan permintaannya. Mungkin dia juga paham denganku karena setiap kali datang pasti aku yang melayaninya, makanya dia mempercayakan padaku. Dan yang tak kusangka dia banyak bercerita kisahnya padaku.

“Mungkin ini terakhir kali aku berkunjung di kedai kopi ini. Dan wanita itu, namanya Karina. Dia akan tetap datang kemari, tapi tidak bersamaku. Melainkan dengan orang yang bisa menemaninya seumur hidup. Sebelum aku pergi, mungkin akan lebih terkenang kalau kamu tau namaku. Aku Tommy” jelasnya panjang lebar tapi mantap. 

Pria itu. Tommy pun segera pergi dari kedai ini. Aku tak mengerti apa maksud dia bercerita seperti itu. Aku hanya perlu mendengarkan dan bersedia membantunya.
(Bersambung...)

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini