Sejak aku bekerja sebagai karyawan kedai kopi aku
jadi tahu ternyata banyak yang menggemari minuman kopi. Ada sepasang pelanggan
yang biasanya datang ke sini setiap hari Senin, Jum’at, dan Sabtu. Mereka pun
cenderung memilih tempat duduk di paling pojok dekat jendela kaca. Mereka
selalu tampak romantis dan serasi. Dan jika ku perhatikan mereka sepertinya
kelas orang borjuis. Mereka selalu memesan kopi dengan harga yang mahal.
Sekarang hari Senin, aku melihat mereka duduk
berhadapan di tempat favorit mereka. Namun tak seperti biasa mereka hanya diam
saling membisu, padahal biasanya saling tertawa dan entah bercerita apa. Kali
ini tampaknya ada yang berbeda pada mereka. Tiba-tiba wanita cantik itu
melepaskan cincin berlian yang ada di jari manisnya. Lalu dengan perlahan
menyodorkannya pada pria di depannya.
Aku tidak tau apa yang dibicarakan wanita itu pada
pria di depannya. Saat aku mengantar pesanan kopi di meja sebelahnya aku sempat
mendengarnya dengan samar-samar.
“Maafkan aku” kata wanita itu sambil meneteskan air
mata.
Tak lama kemudian setelah mengatakan kalimat maaf,
wanita itu pun pergi meninggalkan pria yang ada di hadapannya sendirian. Pria
itu hanya diam dan tetap tenang. Betapa tegarnya seorang pria ditinggal oleh
wanita yang sudah biasa mengisi hari-harinya.
Mungkin wanita
itu yang menginginkan perpisahan.
Kataku dalam hati. Tapi apa masalahnya sehingga wanita itu tega meninggalkan
kekasihnya? Seharusnya dia bersyukur memiliki pria yag begitu sempurna. Apa
mungkin ada pria lain di hatinya?
Bagiku kejadian ini sangat dramatis seperti adegan
yang ada di film-film Korea. Aku jadi ikut terlarut di dalamnya dan semakin
penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Tapi aku tidak berani bertanya langsung
pada pria itu. Apalagi aku tidak mengenalnya, dia kan hanya seorang pelanggan
yang memesan beberapa minuman kopi di kedai ini. Bukan seorang pasien yang
mungkin butuh konsultasi dengan dokter pribadinya. Jadi aku tidak perlu
memperhatikannya atau mencampuri urusan pribadinya.
Akhirnya pria itu pergi juga, dan aku segera membersihkan
meja. Dua cangkir kopi habis. Padahal aku tidak melihat wanita cantik tadi
meminum kopinya, mungkin pria itu yang menghabiskan karena tidak tega jika
kopinya mubadzir. Sungguh aku tidak menyangka pria itu meninggalkan cincin
berlian ini. Mungkin dia lupa. Dan suatu saat pasti akan mencarinya, jadi
sebaiknya kusimpan dulu.
---
Pada hari Jum’at aku memastikan bahwa pasangan itu
akan kembali lagi dan duduk berhadapan di meja favorit mereka. Tapi sampai sore
begini tak satu pun dari mereka yang datang. Apa mungkin mereka sudah benar-benar berpisah? Menyedihkan sekali.
Kedai akan tutup satu jam lagi. Ternyata masih ada
pelanggan yang masuk dan langsung stay
di meja paling sudut dekat jendela kaca.
Aku mencoba mendekatinya secara perlahan dengan membawakan
secangkir kopi untuknya.
“Ada lagi yang mau dipesan, Tuan?” kataku basa-basi.
“Tidak, terimakasih” jawabnya singkat.
“Maaf, Tuan. Apa barang ini milik Anda?”
Dia hanya diam sambil memandang cincin indah yang ku
tunjukkan padanya. Aku mengerti mungkin dia tidak ingin menceritakan kisahnya
pada orang lain. Aku pun meninggalkannya sendiri dan kembali ke perkerjaanku.
Satu jam pun telah berlalu. Dan pria itu masih duduk
di kursi sebelumnya. Ketenangan pria itu tidak ada yang berani mengingatkan
kalau kedai sudah mau tutup. Salah seorang teman menyuruhku untuk
mengingatkannya, mereka menyuruhku karena aku yang biasanya melayanan pelanggan
yang satu ini.
Aku pun mencoba mendekatinya lagi, sedangkan
teman-teman yang lain hanya mengawasiku dari kejauhan. Secara perlahan aku
mengingatkan pada pria itu bahwa kedai mau tutup. Pria itu hanya bilang “Ya,
tentu saja”. Tapi dia tidak segera beranjak pergi, malah meminta tolong padaku.
Dia memberikan selembar kertas yang ada tulisannya.
Tapi aku tidak membaca isi tulisan itu. Dia memintaku untuk memberikannya pada
wanita yang biasa bersamanya di kedai ini. Aku tak banyak komentar, dan hanya
mengiyakan permintaannya. Mungkin dia juga paham denganku karena setiap kali
datang pasti aku yang melayaninya, makanya dia mempercayakan padaku. Dan yang
tak kusangka dia banyak bercerita kisahnya padaku.
“Mungkin ini terakhir kali aku berkunjung di kedai
kopi ini. Dan wanita itu, namanya Karina. Dia akan tetap datang kemari, tapi
tidak bersamaku. Melainkan dengan orang yang bisa menemaninya seumur hidup.
Sebelum aku pergi, mungkin akan lebih terkenang kalau kamu tau namaku. Aku
Tommy” jelasnya panjang lebar tapi mantap.
Pria itu. Tommy pun segera pergi dari kedai ini. Aku
tak mengerti apa maksud dia bercerita seperti itu. Aku hanya perlu mendengarkan
dan bersedia membantunya.
(Bersambung...)
(Bersambung...)
0 komentar:
Posting Komentar