SIERRA
TERBANGUN ketika kereta kuda yang ditumpangi melewati jalan berlubang sehingga
menimbulkan beberapa kali guncangan. Matanya masih sayu dan terasa berat untuk
membuka. Tiupan angin dari luar jendela kereta menerpa wajah anggun Sierra dan
mengibaskan rambut panjangnya ke belakang. Kesegaran udara negara Lumosa
membangkitkan syaraf di bawah kulit putih Sierra. Ia terbangun. Pemandangan di
luar jendela kereta membuatnya melongok ke arah pemandangan itu. Pepohonan
saling terbentang di seluruh bukit Negara Lumosa. Angin menggerakkan dedaunan
dan membawa aroma wangi yang menenangkan. Sierra terpesona dengan keanggunan
tanah kelahirannya.
“Kau
sudah sampai di Lumosa, Nona” kata kusir kereta.
Sierra
beralih ke jendela yang satunya. Di sana tampak para pedagang menggelar barang
dagangannya di toko-toko kecil. Kendaraan kereta kuda dengan geladaknya yang
terbuka saling berjejeran menunggu penupang yang datang.
“Tuan,
mengapa kau tidak mengantarku sampai gerbang istana?” tanyanya dengan nada
kecewa.
“Ini
sudah aturannya kendaraan dari negara lain tidak bisa memasuki wilayah istana.
Sebaiknya Nona menaiki kereta yang itu” kata sang kusir sambil menunjukkan jarinya
ke arah kereta kuda dengan geladaknya yang terbuka.
Sierra
menarik napas dengan sangat dalam sebagai tanda kesal. Ia tidak suka menunggang
kereta yang ditunjuk kusir itu. Ia berpikir kereta seperti itu tidak dapat
menyembunyikan privasinya.
Kusir
kereta membantu Sierra menurunkan kopernya. Dan tak lama setelah itu langsung
meninggalkan Sierra. Tiba-tiba seorang kusir mendekatinya untuk menawarkan
kendaraannya.
“Nampaknya
kau membutuhkan kendaraan, Nona” Tawarnya.
“Ya
tentu. Antarkan aku ke istana”
“Boleh
ku bawakan kopermu?” kata kusir itu menawarkan bantuan.
“Tidak,
terima kasih” jawab Sierra sambil menggelengkan kepala.
Sierra
mengikuti sang kusir menuju kereta yang akan ditungganginya. Sebenarnya beban
kopernya terlalu berat sehingga ia harus membawanya dengan dua tangan. Tapi itu
masih tidak membantu meringankan, justru memperlambat jalannya. Tiba-tiba
seseorang mendesaknya dari samping sehingga membuat Sierra berhenti seketika.
Tanpa menghiraukan orang yag menyebabkannya terdesak, ia langsung melanjutkan
jalannya dan semua terasa lebih ringan.
Ia
tidak membawa kopernya. Tangannya kosong. Kepanikan tampak di raut wajah
Sierra. Mencoba berjalan memutar ke tempat dia turun dari kereta sebelumnya.
Kopernya memang tidak ada. Dengan penuh tergesa-gesa ia berjalan setengah
berlari menuju tempatnya tadi didesak orang yang tak dikenal. Kakinya menuntun
berjalan ke jalan utama menuju istana. Tak nampak seseorang membawa koper
miliknya. Yang ada hanya orang-orang asing yang tidak ia kenal sibuk dengan kegiatan
masing-masing. Sempurna. Kehilangan semua barangnya di hari pertama kembali ke
tanah kelahiran.
“Nona,
kau tampak bingung. Masih membutuhkan jasa transportasiku?” Tanya kusir kereta
yang tadi telah dipesannya dengan keraguan.
Sierra
mengerutkan keningnya sambil mencoba mengatur napasnya agar stabil. Tampak
hatinya sangat kesal.
“Koperku
dirampok, dan semua barangku ada di dalamnya. Termasuk uangku” terangnya.
“Sangat
malang. Tapi setidaknya kau masih mempunyai harta yang lain”
“Tidak.
Semua barangku ada di koper” kata Sierra dengan nada putus asa.
“Apa
itu kalung emas?” tanya sang kusir sambil menunjuk kalung yang menempel di
leher Sierra.
Sierra
menunduk sambil memegangi kalungnya. “Tentu saja.” Sebenanya kalungnya terlalu
mahal untuk membayar angkutan kereta kuda. Namun ia memang membutuhkan itu.
Akhirnya Sierra melepas kalung emasnya dan memberikan pada sang kusir. “Antarkan
aku sampai gerbang istana” perintahnya pada kusir.
Kereta
kuda itu melaju menyusuri jalan besar. Sepanjang jalan terlihat pertokoan kecil
dan beberapa tempat penginapan. Kota ini terlihat lebih klasik dibandingkan
dengan negara tempat ia belajar, Inggris. Jarang ditemukan bangunan tinggi.
Kebanyakan bercat coklat bata dan krem. Beberapa tanaman kecil tampak menghiasi
halaman dan teras-teras bangunan. Seperti yang Sierra lakukan dulu di tempat
tinggalnya dulu. Ia sengaja menanam beberapa tanaman untuk membuat ramuan dan
aroma terapi.
Wilayah
perkotaan telah berlalu. Kereta segera meluncur menuju jalan utama keoak istana.
Di kedua sisinya tak ada satu pun bangunan. Yang ada hanyalah puluhan pohon Oak
Quercus dan jenis pohn lainnya. Tentunya itu adalah perbatasan wilayah kota
tempat rakyat menetap dengan wilayah istana. Semakin jauh melaju, pepohonan pun
semakin jarang dan berganti menjadi padang rumput yang lebih mirip seperti
sebuah taman. Sepuluh meter tepat di depan Sierra berdiri kokoh bangunan yang
sangat megah dengan gerbang besi yang kuat. Sierra benar-benar telah sampai di
gerbang istana.
“Seperti
yang kau lihat, Nona. Kau telah sampai di depan istana” kata kusir menghadap ke
arah Sierra.
“Tentu.”
Sierra
terpukau dengan apa yang ada di depannya. Tempat ia dilahirkan dulu. Seketika
itu Sierra malah teringat dengan surat dari si pengirim yang misterius tentang
kematian ayahnya karena mendapat hukuman mati. Sedangkan ibunya menjadi
tahanan. Hanya sang ibu yang perlu ia temui, entah bagaimana pun caranya.
Sierra
mendekati gerbang istana dan memegang besi gerbang itu dengan kedua tangannya.
Rumput hijau yang halus membentang menghiasi taman istana. Kolam air mancur di
tengah taman memberikan pemandangan yang menawan.
“Apa
yang kau lakukan di sini?” tanya seorang penjaga dengan suara berat.
“Tuan
penjaga yang terhormat” salam Sierra pada penjaga tersebut sambil setengah
membungkukkan badan. “Aku Sierra Gaund putri dari Britanie Graund. Tepatnya aku
adalah keponakan Raja Stalasclaus, dan pangeran Kristan adalah sahabat kecilku.
Tapi sebenarnya aku hanya ingin bertemu ibuku” jelas Sierra dengan nada antusias.
“Jadi
kau anak Russell Bill.”
“Bukan,
aku putri Britanie Graund.”
“Bahkan
putrinya sendiri tidak mengakui ayahnya, bagaimana Sang Raja” kata si penjaga
pada penjaga di sebelahnya dengan nada tertawa.
“Bisakah
kalian membuka gerbangnya? Aku harus menemui ibu, aku sudah berjanji.”
“Sayangnya
Raja telah menutup gerbang untuk para darah pengkhianat” kata penjaga sambil
mengangkat dagunya.
“Darah
pengkhianat?”
“Ayahmu
mendapat hukuman mati karena telah mengkhianati Raja, sementara ibumu menjadi
tahanan. Mungkin sebentar lagi dia akan menyusul suaminya.”
Sierra
mengerutkan dahi, dan pegangannya pada besi semakin kuat. Amarah telah
menguasai dirinya sehingga menuntun dirinya untuk mendaratkan telapak tangannya
di pipi si penjaga. Tamparan keras tepat mengenai si penjaga. “Raja tidak akan
melakukan itu pada adik kandungnya sendiri” kata Sierra dengan nada tegas.
Si
penjaga nampak tidak terima dengan hal yang telah Sierra lakukan padanya.
Penjaga itu memasukkan kedua lengannya melalui celah-celah batang besi dan menarik
kerah pakaian Sierra. Dagu Sierra membentur batang besi dengan sangat keras
hingga ia meringis kesakitan. Sekarang giliran Sierra atas perlakuan kasar si
penjaga.
“Kau
adalah darah pengkhianat, dan tidak akan pernah masuk ke istana” kata penjaga sambil
membentak ke wajah Sierra.
Sierra
hanya diam. Tak lama kemudian si penjaga melepaskan cengkeramannya dengan
sangat kasar hingga Sierra terpental.
“Pergi
dari sini dan jangan datang lagi, darah pengkhianat!” kata terakhir si penjaga
sebelum pergi meninggalkan Sierra. Begitu pula dengan Sierra, ia mulai menjauhi
gerbang istana dengan penuh amarah dan sakit hati.