Vantage Ground (2)



BRITANIE TERUS menyusuri jalanan bersemak dan memasuki hutan yang rimba. Tak tersirat sedikitpun rasa takut dalam dirinya. Ia hanya fokus pada kehidupan yang lebih baik saat di tidak lagi di istana. Tiba-tiba seekor kuda hitam lain menyusul kecepatan kuda yang ditungganginya. Ia tahu apa yang harus dilakukannya. Begitu tidak ada pohon yang menghalangi di depannya. Penunggang kuda di sampingnya mengulurkan tangan. Britanie meraih tangannya dengan kuat dan melemparkan tubuhnya ke kuda hitam di sampingnya dan membiarkan kuda putih milik istana pergi ke arah lain. Kini kuda itu ditunggangi oleh dua orang. 

Kuda itu terus berlari tanpa berhenti sedikit pun, seakan-akan tidak ada halangan di depannya. Semua semak belukar yang dilewatinya langsung roboh dan seolah membuka jalan baru. Penunggang kuda itu terus menarik kudanya dengan kencang sehingga kuda hitam itu berlari semakin kencang. Suara-suara kuda lain saling bertautan dan suara kakinya semakin bergemuruh mengikuti sasaran paling depan. Pastilah itu kuda para prajurit istana. Mereka tak hanya mengejar, melainkan juga menyerang sasaran dengan senjata panah dan senapan.

Britanie ketakutan setengah mati sehingga harus melingkarkan tangannya di bagian perut si pengendara kuda. Suara-suara kuda istana mulai meleburkan kepercayaan Britanie akan adanya kebahagiaan bagi dirinya dan pria yang dicintainya. Sebaliknya malah memunculkan hal-hal yang mengerikan akan terjadi jika mereka tertangkap oleh para prajurit istana.

Sebuah busur mengenai batang pohon oak, dan tertancap dengan sangat mantap. Britanie memutar lehernya ke arah belakang. Ia sadar bahwa para prajurit istana memang memburunya dengan beberapa serangan. Ia tidak berinisiatif untuk menggunakan senjata untuk balik menyerang para prajurit, ia hanya mempercayakan semuanya pada pria yang ada di dekapannya. Britanie mempasrahkan hidup dan matinya untuk bersama pria itu. Dan tidak ingin terpisah lagi.

Kali ini anak panah yang diluncurkan oleh para prajurit mengenai paha kuda hitam Britanie. Kuda itu spontan berhenti sebentar dan merintih kesakitan. Namun si penunggang tetap menariknya agar tetap berlari sesuai kehendaknya. Kini kuda para prajurit semakin dekat dengan kuda Britanie yang sudah tidak mempu berlari kencang. Tak dapat dipaksakan lagi ketika kaki kanan-depan kuda Britanie terkena anak panah. Kudanya sudah lumpuh dan bersimpuh di tanah. Pria yang didekapnya langsung menarik Britanie untuk lari dari kejaran para prajurit. Mereka terus berlari dan memilih untuk berseluncur di jurang yang penuh dengan semak-semak belukar.

Britanie tidak selincah pria yang sedari tadi diikutinya. Rok panjangnya yang tebal tersangkut diantara ranting pohon yang berserakan di tanah. Britanie berhenti sementara untuk melepaskan roknya yang tersangkut. Pria itu langsung menyusul Britanie dan langsung merobek roknya hingga terlepas dari ranting-ranting pohon. Dengan penuh tergesa-gesa ia menuntun Britanie lagi untuk melanjutkan pelariannya dari para prajurit.

Tiba-tiba langkah mereka terhenti. Kengerian menyelimuti hati Britanie saat sebuah benda runcing menyusup ke punggung pria yang dicintainya. Pria itu mulai berlutut dan terkulai lemah. Britanie mencoba menyangganya agar tidak terjatuh. Ia meletakkan kedua tangannya ke pipi pria itu untuk memastikan bahwa pria itu masih bisa melihat dirinya. Matanya berair karena menahan rasa sakitnya. Sesaat kemudian pria itu menjatuhkan kepalanya di pelukan Britanie. Ia hanya pingsan. Udara hangat masih Britanie rasakan keluar dari hidung pria itu. Ia masih hidup. Bahkan Britanie melihat pria itu sedikit membuka matanya saat mereka dipisahkan oleh para prajurit istana.

Angan-angan untuk hidup bahagia bersama pria yang dicintainya telah lenyap. Britanie harus disekap di kamarnya lagi. Sedangkan Russell harus mendekam di sel tahanan kerajaan. Raja Stalasclaus sengaja menunda hukuman mati Russell. Raja ingin memancing pihak Kerajaan Sandria datang ke istana untuk menebus si provokator yang sekarang sedang ditahannya. Namun satu tahun kemudian tak ada musuh maupun pemberontak yang datang ke istana. Raja beranggapan bahwa Russell tidak lagi dibutuhkan oleh Kerajaan Sandria. 

Hukum tetaplah hukum. Semua pengkhianat kerajaan harus dihukum mati karena telah mengancam kedamaian Negara Lumosa. Kedamaian adalh mutlak sebagai negara kerajaan. Begitulah akhir dari kehidupan Russell. Ia dihukum mati. Sekali lagi kepedihan menyelimuti hati Britanie karena ia harus kehilangan pria yang sangat dicintainya. Kini hatinya sangat beku, namun jiwanya dipenuhi dengan rasa marah sekaligus frustasi.

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini