SEJARAH PERPUSTAKAAN



A.    SEJARAH PERPUSTAKAAN DI LUAR NEGERI

1.      Sumeria, Babylonia, dan Mesir
Sejarah perpustakaan diawali dengan ditemukannya tulisan, bahan tulis, dan alat tulis. Pertama berawal di Sumeria, dilanjutkan di Banylonia, lalu ke Mesir. Pada awalnya tulisan di Sumeria berupa gambar yang merupakan gagasan dari pikiran mereka, disebut pictogram, kemudian gagasan mereka dikembangkan dalam bentuk tulisan. Tulisan tersebut dipahatkan pada lempeng tanah liat yang masih lembek kemudian dikeringkan. Gagasan tulisan itu dilanjutkan oleh Babylonia dalam tulisan cuneiform, yaitu sistem tulisan yang digunakan oleh berbagai peradaban di timur tengah. Lempengan tanah liat itu menjadi koleksi perpustakaan Raja Ashurhanipal di kota Nineveh yang kemudian menjadi perpustakaan umum. Kemudian orang-orang Mesir mengembangkan gambar yang mencerminkan tulisan yang disebut hieroglyph, dipahatkan pada kuil dan makam. Sehingga perpustakaan yang ada pada saat itu ialah perpustakaan kuil dan Raja. Karena pada waktu itu bersamaan dengan penemuan rumput papyrus, maka koleksi perpustakaan di Mesir dihitung dalam bentuk gulungan papyrus.
2.      Yunani dan Romawi
Kemudian peradaban perpustakaan di lanjutkan oleh Yunani dan Romawi. Pada abad keenam SM perpustakaan telah berkembang di Yunani. Dan mencapai puncak kejayaan pada abad kelima SM di bawah pemerintahan Pericles. Perpustakaan juga didirikan bersamaan dengan penyebaran kebudayaan dan penaklukan, pembentukan kota baru dan pembentukan pemerintahan. Pada masa itu mulai muncul kegiatan klasifikasi koleksi buku, penyuntingan teks, dan penyusunan bibliografi, serta banyak terdapat penyair, ilmuwan, dan pustakawan terkenal. Pada saat itu kerajaan Pergamun menemukan bahan tulis baru, disebut parchmen, terbuat dari kulit domba atau anak sapi muda. Kemudian lembaran parchmen tersebut dijilid menjadi satu seperti buku, ini disebut codex. Pada masa Romawi juga sering melakukan penaklukan di daerah sekitar , dan setiap penaklukan diikuti dengan penjarahan, harta benda musuh disita oleh pasukan Romawi untuk dijadikan barang milik pribadi. Bahkan saat penyerbuan ke Yunani para panglima perang merampas buku-buku milik perpustakaan Yunani.
3.      Perpustakaan Pertapaan
Seiring dengan berkembangnya agama Kristen, maka pada saat itu mulai tumbuh perpustakaan biara dan perpustakaan pertapaan sebagai pusat kajian keagamaan dan penerjemahan kitab, serta penyalinan naskah. Dengan ditemukannya mesin cetak, maka produksi buku masih sederhana. Buku tersebut merupakan barang langka yang dikenal dengan nama incunabula.
4.      Perluasan Wilayah Perkembangan Perpustakaan
Pada abad 18 - 19 jasa perpustakaan umum meluas ke seluruh Inggris, negara Skandinavia dan Eropa. Pada akhir abad tersebut berkembanglah perpustakaan sewa, perpustakaan universitas dan perpustakaan nasional yang besar di seluruh Eropa.

B.     SEJARAH PERPUSTAKAAN DI INDONESIA

1.      Zaman Kerajaan Lokal
Belum dapat dipastikan kapan perpustakaan pertama kali berdiri di Indonesia, namun pada zaman kerajaan lokal, di seluruh Indonesia muncul berbagai kerajaan. Kerajaan tersebut umumnya tidak memiliki perpustakaan, namun memiliki kumpulan naskah kuno atau manuskrip. Manuskrip tersebut disimpan di istana dan tidak digunakan untuk umum. Pada zaman kerajaan lokal banyak memunculkan karya sastra kuno dalam bentuk naskah tulisan.

2.      Zaman Hindia Belanda
Pada zaman Belanda, Belanda mendirikan perpustakaan gereja di Batavia pada tahun 1643 dengan pustakawan pertama bernama Dominus Abraham Fierenius. Kemudian pada tanggal 24 April 1778 berdirilah sebuah perhimpunan bernama Bataviasche Genootschap van Kunsten en Weetenschap (BGKW) di Batavia atas prakarsa J.C.M Rademaker, ketua Dewan Hindia Belanda (Raad van Indie).
Ketika pemerintah Hindia Belanda menjalankan polotik etis, pemerintah Belanda mulai membangun sekolah rakyat. Dalam bidang perpustakaan sekolah, Belanda mendirikan Volksbibliotheek (perpustakaan umum) yang didirikan oleh Volkslectuur (sekarang Balai Pustaka), sedangkan pengelolanya diserahkan kepada Volkschool (sekolah rakyat yang menerima tamatan sekolah rendah tingkat dua). Pada tahun 1910 pemerintah Belanda mendirikan Openbare leeszalen, yaitu ruang baca umum terbuka yang menyediakan bacaan secara cuma-cuma. Kemudian pada tahun 1911 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Indonesische Volksbibliotheken (perpustakaan sekolah untuk orang pribumi). Pada zaman Hindia Belanda juga berkembang sejenis perpustakaan komersial, dikenal dengan nama Huurbibliotheek (perpustakaan sewa), yaitu perpustakaan yang memungut biaya atas buku yang dipinjam anggotanya. Huurbibliotheek banyak menyediakan bahan bacaan berupa roman atau novel dalam bahasa Belanda, Perancis, dan Inggris.
3.      Zaman Jepang
Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah Jepang melarang penggunaan buku-buku yang ditulis dalam bahasa Inggris , Belanda, Perancis untuk digunakan di sekolah. Akibat perang, maka semua orang Belanda termasuk pustakawan Belanda dimasukkan ke dalam tahanan militer. Sedangkan perpustakaan tidak ada yang mengelolanya, dan koleksi tidak menunjang karena sebagian besar dilarang oleh pemerintah Jepang. Maka lenyaplah Volksbibliotheek, Huurbibliotheek, dan koleksi perputakaan fakultas dan perpustakaan khusus tidak dapat digunakan lagi karena adanya pelarangan bahasa Belanda. Koleksi yang masih utuh ketika Jepang menyeraha ialah perpustakaan Bataviasche Genootschap van Kunsten en Wetenschap dan beberapa perpustakaan khusus.

4.      Perkembangan Perpustakaan setelah Kemerdekaan
Sesudah Jepang menyerah, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945. Pemerintah RI mendirikan Perpoestakaan  Negara Repoeblik Indonesia di Yogyakarta pada tahun 1948, yang merupakan perpustakaan pertama di Indonesia. Kegiatan tersebut tidak sempat berkembang akibat peperangan. Bahkan di Jakarta, beberapa pustakawan masih aktif dalam diskusi tetang kepustakawanan, bahkan sempat mendirikan “Study club”. Untuk memenuhi keperluan rakyat, didirikan perpustakaan umum yang dikenal dengan nama Taman Pustaka Rakyat (TPR). TPR tersebut dikelola Jawatan Pendidikan Masyarakat, Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada saat bersamaan Kementerian Penerangan juga mendirikan Balai Bacaan Rakyat.
Sebagai kelanjutan pembangunan perpustakaan, pemerintah juga mendirikan perpustakaan Negara, diatur dalam Surat Keputusan Menteri P. P dan K no. 29103 tanggal 23 Mei 1956. Telah kita ketahui bahwa tahun 1950-an ekonomi Indonesia mengalami kemunduran, sehingga pemerintah tidak mampu menyediakan biaya pengadaan buku dan majalah untuk perpustakaan. Situasi buruk ini meruyak lagi dengan pecahnya  peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965, sehingga tidak ada pembangunan perpustakaan karena pemerintah memusatkan perhatian pada stabilitas ekonomi dan politik.
Kemudian pada tahun  1969, dengan dimulainya  Pembangunan Lima Tahun (PELITA), perpustakaan mulai memperoleh dana lagi sehingga sedikit demi sedikit perpustakaan mulai berkembang lagi. Oleh karena itu, pada tahun 1969 dianggap sebagai tonggak kebangkitan kembali perpustakaan Indonesia.


Sumber:
Sulistyo, Basuki. (1999). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Purwono, Sri Suharmmini. (2010). Perpustakaan dan Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini