AUTODIDAK JUGA OKE




Menjadi penulis adalah salah satu impian yang sekarang sudah populer di banyak orang. Termasuk saya. Alasan saya menulis (khususnya fiksi) karena saya ingin mempunyai sesuatu yang bisa dibanggakan di kemudian hari kelak. Saya juga ingin menghibur orang melalui tulisan saya, karena saya bukan tipe orang yang pandai bicara. Makanya saya ungkapkan melalui tulisan. Saya juga merasa memiliki potensi menjadi penulis karena otak saya suka berimajinasi mengenai sebuah cerita. Jadi sayang kalau tidak di-eksplisit-kan. Ide kan bisa menjadi sesuatu yang sangat mahal.
 
Kalau menurut Albertheine Endah si gini, “sebab dengan menulis, saya nggak akan kehabisan dunia. Selalu saya temukan ruang-ruang baru dengan sensasi mendebarkan. Menulis adalah cara yang indah untuk memperbarui hatimu dan memperluas cakrawala.”

Ada lagi, kalau menurut Mbak Norma Keisya Avicenna di sebuah seminar kepenulisan, “saya tidak ingin dikenang orang hanya dengan beberapa kata, yaitu nama, tempat dan tanggal lahir, serta alamat yang nantinya tertulis di batu nisan. Melainkan ingin dikenang dengan beribu-ribu kata yang ia tulis melalui sebuah buku.”

Mereka semua mempunyai motivasi yang berbeda untuk menulis. Dan yang terpenting adalah action. Karena menulis adalah proses dan keterampilan. Jadi untuk menjadi seorang penulis, maka harus menulis. Terus dari mana dan dengan siapa kita bisa belajar menulis?

Sebagaimana yang sudah saya alami, saya belajar sendiri atau autodidak. Kok bisa? (Bisa dong. Kan yang bisa menulis bukan hanya anak sastra). 

Saya mulai dengan menulis hal-hal kecil yang sepertinya tidak mutu, tapi tetap saya tulis. Karena itu juga akan melatih kita cara merangkai kata dan kalimat. Berlatih menuangkan gagasan dan ide.

Minat, kegemaran, dan kebiasaan membaca juga nyumbang kita buat belajar menulis. Karena secara tidak langsung otak kita akan terbiasa dengan tulisan-tulisan. Jadi menulis pun tidak menjadi hal yang terlalu sulit.
Belajar dari pengalaman. Seiring dengan kegiatan menulis, kita akan belajar bagaimana cara membuat kalimat yang baik dan benar, sesuai dengan  EYD. Karena setelah menulis, pastinya kita membaca kembali tulisan kita. Dan kalo ada yang ganjil langsung kita revisi. Nah, dari kesalahan itu kita bisa belajar.

Belajar dari buku. Yap, karena buku adalah salah satu guru yang baik. Ketika saya menulis, saya mempelajari buku-buku tentang kepenulisan yang dapat menunjang kegiatan menulis saya. Kemudian saya praktikkan pada tulisan saya. Salah satu buku yang sangat membantu saya menulis yaitu bukunya Winna Effendi yang berjudul “Draft 1: Taktik Menulis Fiksi Pertamamu”, dan bukunya Albertheine Endah yang berjudul “Menulis Fiksi itu Seksi”. Selain itu, saya juga belajar dari internet mengenai tips dan trik menulis fiksi.






BTW, siang tadi saya juga habis mengikuti seminar kepenenulisan. Yang saya harapkan dari seminar itu sih mengenai trik-trik dahsyat dalam menulis. Tapi toh materi yang disampaikan pembicara sudah saya lalui, karena saya juga sedang konsen menulis. Jadi yang saya dapatkan dari mereka adalah motivasi dan pengalaman dalam menulis, karena buku mereka sudah best seller.

Sebenarnya berguru pada seseorang nggak kalah penting, jika kita memang ingin benar-benar konsen dan serius menulis, serta ingin menjadi professional. Saya juga ingin memiliki guru. Hehe…

Pada intinya sih menulis itu berasal dari kemauan diri sendiri, bukan karena paksaan. Jadi kita sendiri yang menggerakan mau di bawa ke mana ide, gagasan, dan imajinasi yang ada di otak kita. Oleh karena itu perlu kita mulai dari hal-hal yang kecil dulu dan mulai dari diri sendiri. So, keep writing…





0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini