(Songlit #1) Kisah Julia dan Romi: APA KABAR MASA LALU



 Aku dan kamu akan bersama selamanya. Tidak terpisah oleh jarak dan waktu.
 
Enam tahun lalu ikrar itu sangat mantap aku lantunkan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi tiga tahun setelahnya. Dan nyatanya aku memilih untuk menghkianati ikrar murni itu. Aku tidak berdaya ketika impian dan komitmen hubungan tidak lagi selaras. 

Lulus kuliah aku memilih bekerja di negeri orang. Sementara aku tahu kamu tidak akan pernah meninggalkan kota kelahiranmu, karena prospek kerjamu memang sudah tersedia di sana. Sekarang aku tahu, tak jarang wanita bersikap egois. Seperti aku. Aku dan kamu akhirnya berpisah ribuan kilo meter dengan perbedaan waktu sekitar satu jam.

Romi, sekarang aku pulang. Apa kabarmu hari ini? Aku ingin menengok kota yang pernah mempersatukan kita. Kota yang menjadi bagian dari masa laluku. Masih tidak banyak perubahan. Kota ini masih tetap istimewa untuk  daerah Pulau Jawa. Kota ini masih menjadi pusat perkumpulan para pelajar melanjutkan pendidikan tinggi. Kampus-kampus pun masih gigih menjadi tempat berteduh untuk menimba ilmu. Ini adalah kota kita.

Hello, can you hear me?
I'm in California dreaming about who we used to be
When we were younger and free
I've forgotten how it felt before the world fell at our feet

Romi, tiga tahun sudah kita tidak bersama. Aku tahu, aku baik-baik saja tanpa kamu. Tapi di sela-sela kesibukanku bekerja di kantor kedutaan, aku selalu diselimuti rasa menyesal karena sudah jauh darimu. 

Berkali-kali telah kucoba untuk menghubungimu melalui nomor telepon yang biasa kita pakai untuk berkomunikasi dulu. Di antara ratusan kali aku mengubungimu melalui telepon, hanya satu kali kamu menjawab. Tapi kamu membisu di ujung teleponmu.

“Halo… Romi, ini aku. Aku minta maaf atas semua yang kukatakan padamu. Aku sungguh menyesal,” kataku sambil memohon di ganggang telepon kantor.

Saat itu sedang hujan. Dan suara hujan berhasil menembus dinding kantor. Kamu masih tidak bersuara. Kurasa suaraku tidak jelas karena diiringi dengan hujan yang terus merintih.

“Halo... Romi, apa kamu mendengarku?” Akhirnya aku menutup telepon karena kamu masih tidak bersuara.

Dan lagi. Aku terus mencoba meminta maaf atas kalimat pamungkas yang membuat aku menang. Dan mengalahkan hubungan yang sudah kita bangun selama tiga tahun.

Hello, how are you?
It's so typical of me to talk about myself, I'm sorry
I hope that you're well
Did you ever make it out of that town where nothing ever happened?

Romi, aku sudah berkeliling kota. Ke tempat-tempat yang dulu pernah kita kunjungi. Tempat wisata, tempat makan, gedung bioskop, bahkan kampus kita. Tapi aku masih belum bisa bertemu denganmu. Aku meneleponmu lagi. Kali ini nomormu tidak bisa dihubungi. Parahnya aku masih selalu menyapa dengan kata ‘Halo’. Aku sudah terbiasa dengan kata itu, sampai-sampai terbawa dalam tidurku.  Bahkan di kantor pun aku pernah mengigau dengan kata itu. Teman sekantorku pun pernah memberi tahu kalau aku akhir-akhir ini suka berbicara sendiri.

Romi, apakah kamu masih di kota ini? Atau pergi keluar kota demi membuang semua kenangan kita? Tadi aku berkunjung ke rumahmu. Ibumu menyambutku dengan penuh keramahan. Ternyata ia lebih cantik dari pada di foto yang pernah kamu tunjukkan padaku. Tadi ada penyesalan baru yang muncul dalam diriku. Aku menyesal dulu tidak pernah menemui ibumu yang penuh dengan kesahajaan. Jadi inilah risikoku. Ibumu tidak mengenalku.

“Romi masih di laboratorium, Nduk. Pulangnya masih nanti, sekitar jam wolu mbengi.”

Aku mengerti ibumu tidak terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia. Tapi kurasa aku cukup tahu keberadaanmu sekarang. Dulu kamu bilang begitu mencintai kotamu. Dan sampai saat ini kamu masih setia dengan ucapanmu.

Mungkin kamu sibuk dengan penelitianmu dan jarang berada di rumah. Itulah mengapa kamu tidak pernah sempat menjawab teleponku. Tak apa. Setidaknya aku sudah mencoba. Dan aku mengerti, kamu pasti akan baik-baik saja.

Hello from the outside
At least I can say that I've tried 
To tell you I'm sorry, for breaking your heart
But it don't matter, it clearly doesn't tear you apart anymore



---to be continued---

Songlit ini terinspirasi dari lagu Adele – Hello.



0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini