Acara wisuda telah usai satu
dua bulan yang lalu. Itu adalah terakhir kali kita bersenang-senang bersama di
lingkungan kampus. Itu adalah terakhir kali kamu memberi hadiah bunga untukku.
Setelah itu aku sering
menghilang darimu. Aku sibuk mengurus lamaran kerjaku di Singapore. Beberapa
berkas sempat membuatku gugup karena sebelumnya aku tidak pernah melamar
pekerjaan di mana pun. Dan siang itu setelah aku mengambil legalisasi ijazah,
loby kampus telah menunjukkan betapa aku sangat egois. Ya. Aku sendiri yang
memilih pergi darimu. Aku yang mengatakan sesuatu yang membuat kita benar-benar
berpisah.
“Aku akan tetap pergi. Terserah
kamu hubungan kita mau seperti apa.”
Kata-kata itu muncul setelah
aku dan kamu berdebat mempertahankan alasan masing-masing terhadapn pilihan
pekerjaan. Sekaligus bernegosiasi cukup panjang harus membawa hubungan ke arah
mana.
Tapi langit lembayung sore
ini membuatku tersadar sebenarnya aku tidak menginginkan perpisahan ini
terjadi. Dan memang bukan ini yang aku maksud. Jika kamu mau sedikit memikirkan
perkataanku, sebenarnya aku memberimu dua pilihan. Tapi aku tidak menyangka
kamu menanggapi itu secara serius. Mungkin aku yang terlalu kasar dan kaku.
Tidak semanis biasanya.
Pada akhirnya aku tidak bisa
menerima ini semua. Makanya sekarang aku yang giliran mencarimu terus-menerus.
Romi. Aku ingat kamu tidak
terlalu menyukai keramaian. Kamu tidak datang ke acara konser pada malam
minggu. Kamu pun mengajakku keluar dari hiruk pikuk kota. Makanya aku datang ke
sini. Tempat yang hanya ada suara alam, deburan ombak yang menyentuh pasir
putih, kicauan burung yang terbang di langit jingga, dan tiupan angin yang
lembut, serta suara kita berdua yang kadang menodai kesunyian.
He said let’s get out of this town
Drive out of the city
Away from the crowds
I thought heaven can’t help me now
Nothing lasts forever
Itu dulu. Sekarang semua
telah berbeda, karena memang tak ada yang abadi di dunia ini. Tapi secara lahir
kamu masih tetap menjadi favoritku. Kamu cukup tinggi, dan wajahmu tampan.
Sayang bukan hanya aku yang mengagumi itu. Aku melihat fotomu di media sosial
bersama seorang wanita. Kalian duduk berhadapan dan saling menatap sangat
dalam. Apakah ada simbol cinta di antara pandangan itu, Romi?
Aku sungguh iri pada wanita
itu, Romi. Dia mampu menerimamu dengan baik, dan sangat mencintai udara lokal. Tidak
seperti aku yang sarat akan ambisi untuk bekerja di kota megapolitan yang ramai
itu.
Aku sungguh iri lagi pada
wanita itu. Orang lain banyak yang bilang kalau kalian cocok. Dan ada beberapa
yang secara tulus berdo’a untuk kelanggengan kalian. Padahal dulu aku tidak
pernah mendapatkan itu semua.
But this is gonna take me
down
He’s so tall, and handsome
as hell
He’s so bad but he does it
so well
I can see the end as it begins my one condition is
Kamu curang. Kalau kamu mau
berpikir, kamu belum mengakhiri hubungan ini secara sah. Aku dan kamu berpisah
karena keadaan yang mengharuskan, bukan karena kemauan sanubari. Bahkan tidak
pernah ada deklarasi perpisahan di antara kita.
Jika memang ini caramu
membuat kejelasan, maka aku tak punya hak untuk komplain. Dan tak mungkin juga
aku berdebat di depanmu untuk mengungkit kembali hubungan yang sebenarnya sudah
lama terkubur. Sekarang yang ada hanya aku dan penyesalanku.
Romi, aku mencoba menerima
ini semua. Aku akan merelakanmu memilih caramu, seperti saat kamu mencoba
merelakanku memilih caraku. Sekarang kita dalam skor 0-0.
Say you’ll remember me
Standing in a nice dress,
staring at the sun set babe
Red lips and rosy cheeks
Say you’ll see me again even
if it’s just in your wildest dreams
Wildest dreams
Romi, aku nyatakan sekarang
kita benar-benar berpisah. Tapi dengan satu syarat. Kamu akan selalu
mengingatku sebagai gadis manis yang berlari dengan kaki telanjang di antara buih
air laut, dan angin sore sedikit mengayunkan gaun indahnya. Atau sebagai gadis
yang selalu tersipu lalu pipinya mulai merona, sementara bibirnya yang dilapisi
lipstik merah terus mengembang.
“Tolong munculkan gadis itu
dalam mimpimu.”
Bukan sebagai aku yang
pernah membuatmu menyesal.
Well.
Romi, biarkan pantai ini menjadi saksi bahwa aku akan pulang pada aku yang
dulu. Aku yang sebelumnya tidak mengenalmu.
“Memang sudah saatnya aku
pulang ke Jakarta.” Lalu terbang melintas
negara untuk kembali ke kantor.
---End---
Songlit dari lagu Taylor
Swift – Wildest Dream.
0 komentar:
Posting Komentar