Monica and Joana Angel (1)


Monica tidak pernah mempunyai keinginan untuk menjadi pemenang dalam setiap kontes piano. Meskipun mamanya sudah menyediakan pelatih khusus yang professional namun Monica tidak pernah termotivasi untuk menekuni alat harmonika itu. Dari empat belas kontes yang pernah diikutinya hanya satu kontes yang membuat Monica menjadi runner up, selebihnya hanya juara harapan bahkan tidak mendapat juara.
Kali ini Monica hanya menjadi juara harapan, dan itu membuat mamanya harus kecewa lagi. Sesampainya di rumah Monica hanya bisa tertunduk lesu sambil mendengarkan ocehan mamanya.
“Monica, dengarkan mama! Kamu adalah anak Elinor Greek, penyanyi Broadway.  Kamu tidak boleh mempermalukan mama. Kamu harus bersinar seperti bintang. Jadilah orang yang ahli dalam bidang harmonika lalu kamu berduet satu panggung dengan mama,” katanya panjang lebar sambil melipat kedua tangannya di dada. Dan sebagai tanda penegasannya biasanya dia mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Monica.
“Dan satu lagi. Kamu harus penjadi penyanyi seperti mama” katanya dengan tegas.
“Tapi kan mama tau sendiri suaraku tidak bagus, dan belum pernah ada pelatih yang bilang bahwa aku berpotensi menjadi penyanyi” sangkal Monica.
“Itu karena kamu sengaja mengacau.” Mamanya pun membalas sangkalan Monica dengan tatapan yang galak. Kemudian dia segera bergegas keluar dari kamar Monica lalu menguncinya dari luar.
Monica pun hanya bisa menangis di kasur empuk yang selalu bersedia menahan beban kesedihannya. Dia tak pernah peduli dengan bantal yang mulai basah karena air matanya. Hingga akhirnya Monica hanya bisa tertidur dalam tangisnya itu.
Suara piano yang selaras dan harmonis itu terdengar sangat indah dan membuat hati Monica yang sedang kacau itu menjadi lebih tenang dan damai. Setau Monica mamanya tak pernah bermain piano di kamar tidurnya. Dengan mata yang sembab dan berat Monica mencoba untuk membuka matanya secara perlahan. Samar-samar terlihat seorang laki-laki dewasa mengenakan kosum serba  putih. Monica memastikan itu bukan ibunya. 
Cahaya yang terpancar dari laki-laki itu membuat Monica menjadi agak silau dan susah untuk membuka matanya secara tajam. Sayap putih yang terpasang di punggungnya membuat Monica langsung terkejut sekaligus tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Monica pun langsung menarik selimutnya kembali untuk menutupi dirinya.
“Hei.. Bangunlah Monica kecil. Aku memainkan piano ini agar kau terbangun” katanya dengan suara merdu.
Monica pun mengintip laki-laki itu dari balik selimut tebalnya. Setelah melihat secara jelas Monica baru berani membuka selimut dan turun dari ranjangnya. Monica pun mencubit pipinya untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi. Ternyata memang benar bahwa yang ada di hadapannya adalah seorang malaikat tampan dengan wajah mirip Joana Richard, seorang musisi terkenal yang sangat mahir dalam bermain piano.
Ya Tuhan, dia memang Joana Richard. Katanya dalam hati sambil terpesona dengan wajah tampannya. Betapa tidak. Wajahnya putih bersih, rahangnya terlihattegas dan jelas. Matanya seperti mata elang. Dan alisnya tebal dan bentuknya tajam dengan bagian ujung yang melengkung.
“Sempurna” kata Monica lirih.
“Well, aku memang Joana Richard yang terkenal itu. Hanya saja dengan penampilan yang lebih keren dengan tambahan sayap malaikat ini.” Katanya sambil menunjukkan sayap indahnya itu.
“Jika kamu memang malaikat, untuk apa kamu menampakkan diri dan datang kepadaku pagi-pagi seperti ini?” tanya Monica penasaran.
“Sepertinya kamu penasaran.” Malaikat Joana pun kembali duduk di kursi piano Monica dan mulai bercerita tentang masa hidupnya. 
Bahwa Malaikat Joana itu maninggal sebelum menyatakan cinta pada gadis yang dicintainya, yaitu Stevie Kean. Keluarga Stevie Kean merupakan bangsawan terhormat yang tidak pernah mengijinkan putrinya menjalin hubungan dengan seorang selebtiris. Setelah mengetahui hal itu Joana tetap berusaha mendekati dan berteman dengan Stevie tanpa sepengetahuan keluarganya. Suatu hari Joana datang ke pesta ulang tahun Stevie yang ke-26 secara diam-diam dan membawa kabur Stevie dari pestanya. Joana bermaksud memberikan surprise dan menyatakan cintanya pada Stevie malam itu juga.
Piano di pinggir danau dengan hiasan lilin-lilin kecil di berbagai rumputan pun menambah hangat suasana malam indah itu. Senyum Stevie pun sangat merekah ketika Joana mulai memainkan piano dengan harmoni yang sangat indah dan damai itu. Tak lama setelah Selesai memainkan piano Joana dengan perlahan berjalan kea rah Stevie sambil membawa kotak kecil berwarna merah yang berisi kalung berlian dengan gantungan inisial huruf H. H yang merupakan lambang ‘harmoni’ cinta antara Joana dan Stevie.
Sebelum Joana sempat memakaikan kalung itu pada Stevie, tiba-tiba suara peluru terdengar dari jarak empat sentimeter. Joana dan Stevie pun kaget dan segera mengalihkan pandangan pada sumber suara itu. Dan ternyata ayah Stevie beserta pengawalnya pun sudah untuk mengambil Stevie kembali. Secara kasar ayahnya merebut Stevie dari genggaman tangan Joana dan menampar keras pipi Stevie. Joana pun segera melindungi Stevie dengan menghadapi ayahnya yang sudah bertindak kasar itu. Sekuat apa pun Joana berusaha melawan, tapi dia tetap kalah karena dikeroyok oleh pengawal ayah Stevie.
Al-hasil Stevie pun harus kembali ke pesta dan meninggalkan Joana yang wajahnya memar dan menyedihkan itu. Dan lebih sedihnya lagi ternyata pesta ulang tahun Stevie itu sekaligus pesta pertunangannya dengan pria lain.
Sejak saat itu Joana tidak pernah bertemu Stevie lagi dan memutuskan untuk berhenti menerima pekerjaan. Satu bulan kemudian Joana terkena kanker otak dan setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit dia pun harus beristirahat dengan tenang.
“Begitulah nasibku yang malang.” Tutur Malaikat Joana. (Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini