Monica tidak pernah mempunyai keinginan
untuk menjadi pemenang dalam setiap kontes piano. Meskipun mamanya sudah
menyediakan pelatih khusus yang professional namun Monica tidak pernah
termotivasi untuk menekuni alat harmonika itu. Dari empat belas kontes yang
pernah diikutinya hanya satu kontes yang membuat Monica menjadi runner up, selebihnya hanya juara
harapan bahkan tidak mendapat juara.
Kali ini Monica hanya menjadi juara
harapan, dan itu membuat mamanya harus kecewa lagi. Sesampainya di rumah Monica
hanya bisa tertunduk lesu sambil mendengarkan ocehan mamanya.
“Monica, dengarkan mama! Kamu adalah
anak Elinor Greek, penyanyi Broadway. Kamu tidak boleh mempermalukan mama. Kamu
harus bersinar seperti bintang. Jadilah orang yang ahli dalam bidang harmonika
lalu kamu berduet satu panggung dengan mama,” katanya panjang lebar sambil
melipat kedua tangannya di dada. Dan sebagai tanda penegasannya biasanya dia
mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Monica.
“Dan satu lagi. Kamu harus penjadi
penyanyi seperti mama” katanya dengan tegas.
“Tapi kan mama tau sendiri suaraku tidak
bagus, dan belum pernah ada pelatih yang bilang bahwa aku berpotensi menjadi
penyanyi” sangkal Monica.
“Itu karena kamu sengaja mengacau.”
Mamanya pun membalas sangkalan Monica dengan tatapan yang galak. Kemudian dia
segera bergegas keluar dari kamar Monica lalu menguncinya dari luar.
Monica pun hanya bisa menangis di kasur
empuk yang selalu bersedia menahan beban kesedihannya. Dia tak pernah peduli
dengan bantal yang mulai basah karena air matanya. Hingga akhirnya Monica hanya
bisa tertidur dalam tangisnya itu.
Suara piano yang selaras dan harmonis
itu terdengar sangat indah dan membuat hati Monica yang sedang kacau itu
menjadi lebih tenang dan damai. Setau Monica mamanya tak pernah bermain piano
di kamar tidurnya. Dengan mata yang sembab dan berat Monica mencoba untuk
membuka matanya secara perlahan. Samar-samar terlihat seorang laki-laki dewasa
mengenakan kosum serba putih. Monica
memastikan itu bukan ibunya.
Cahaya yang terpancar dari laki-laki itu
membuat Monica menjadi agak silau dan susah untuk membuka matanya secara tajam.
Sayap putih yang terpasang di punggungnya membuat Monica langsung terkejut
sekaligus tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Monica pun langsung menarik
selimutnya kembali untuk menutupi dirinya.
“Hei.. Bangunlah Monica kecil. Aku
memainkan piano ini agar kau terbangun” katanya dengan suara merdu.
Monica pun mengintip laki-laki itu dari
balik selimut tebalnya. Setelah melihat secara jelas Monica baru berani membuka
selimut dan turun dari ranjangnya. Monica pun mencubit pipinya untuk memastikan
bahwa ini bukan mimpi. Ternyata memang benar bahwa yang ada di hadapannya
adalah seorang malaikat tampan dengan wajah mirip Joana Richard, seorang musisi
terkenal yang sangat mahir dalam bermain piano.
Ya
Tuhan, dia memang Joana Richard.
Katanya dalam hati sambil terpesona dengan wajah tampannya. Betapa tidak.
Wajahnya putih bersih, rahangnya terlihattegas dan jelas. Matanya seperti mata
elang. Dan alisnya tebal dan bentuknya tajam dengan bagian ujung yang
melengkung.
“Sempurna” kata Monica lirih.
“Well, aku memang Joana Richard yang
terkenal itu. Hanya saja dengan penampilan yang lebih keren dengan tambahan
sayap malaikat ini.” Katanya sambil menunjukkan sayap indahnya itu.
“Jika kamu memang malaikat, untuk apa
kamu menampakkan diri dan datang kepadaku pagi-pagi seperti ini?” tanya Monica
penasaran.
“Sepertinya kamu penasaran.” Malaikat
Joana pun kembali duduk di kursi piano Monica dan mulai bercerita tentang masa
hidupnya.
Bahwa Malaikat Joana itu maninggal
sebelum menyatakan cinta pada gadis yang dicintainya, yaitu Stevie Kean.
Keluarga Stevie Kean merupakan bangsawan terhormat yang tidak pernah
mengijinkan putrinya menjalin hubungan dengan seorang selebtiris. Setelah
mengetahui hal itu Joana tetap berusaha mendekati dan berteman dengan Stevie
tanpa sepengetahuan keluarganya. Suatu hari Joana datang ke pesta ulang tahun
Stevie yang ke-26 secara diam-diam dan membawa kabur Stevie dari pestanya.
Joana bermaksud memberikan surprise dan menyatakan cintanya pada Stevie malam
itu juga.
Piano di pinggir danau dengan hiasan
lilin-lilin kecil di berbagai rumputan pun menambah hangat suasana malam indah
itu. Senyum Stevie pun sangat merekah ketika Joana mulai memainkan piano dengan
harmoni yang sangat indah dan damai itu. Tak lama setelah Selesai memainkan
piano Joana dengan perlahan berjalan kea rah Stevie sambil membawa kotak kecil
berwarna merah yang berisi kalung berlian dengan gantungan inisial huruf H. H
yang merupakan lambang ‘harmoni’ cinta antara Joana dan Stevie.
Sebelum Joana sempat memakaikan kalung
itu pada Stevie, tiba-tiba suara peluru terdengar dari jarak empat sentimeter.
Joana dan Stevie pun kaget dan segera mengalihkan pandangan pada sumber suara
itu. Dan ternyata ayah Stevie beserta pengawalnya pun sudah untuk mengambil
Stevie kembali. Secara kasar ayahnya merebut Stevie dari genggaman tangan Joana
dan menampar keras pipi Stevie. Joana pun segera melindungi Stevie dengan menghadapi
ayahnya yang sudah bertindak kasar itu. Sekuat apa pun Joana berusaha melawan,
tapi dia tetap kalah karena dikeroyok oleh pengawal ayah Stevie.
Al-hasil Stevie pun harus kembali ke
pesta dan meninggalkan Joana yang wajahnya memar dan menyedihkan itu. Dan lebih
sedihnya lagi ternyata pesta ulang tahun Stevie itu sekaligus pesta
pertunangannya dengan pria lain.
Sejak saat itu Joana tidak pernah
bertemu Stevie lagi dan memutuskan untuk berhenti menerima pekerjaan. Satu
bulan kemudian Joana terkena kanker otak dan setelah beberapa hari dirawat di
rumah sakit dia pun harus beristirahat dengan tenang.
“Begitulah nasibku yang malang.” Tutur
Malaikat Joana. (Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar